Senin, 03 November 2008

KEBIASAAN VS KETERPAKSAAN

Sebuah pikiran menarik (menurut saya) tentang kebiasaan yang dipaksakan dengan kebiasaan yang baik yang lahir dari ke-ikhlasan. Alkisah disebuah hutan rimba yang luas diadakan pemilihan raja hutan yang diangkat dengan maksud untuk menjaga dan melindungi warga hutan. 


Beberapa kandidat telah dipilih diantaranya ada singa dan gajah. Sebagai kandidat raja, mereka diberi kesempatan untuk memaklumatkan program kerja mereka. Kesempatan pertama diberikan kepada singa untuk membicarakan program kerjanya, setelah singa dilanjutkan dengan gajah. Diantara program kerja mereka ada satu program kerja yang sama yaitu, menjaga keamanan hutan.

Setelah melalui serangkaian tahapan, terpilihlah singa untuk menjabat raja hutan dengan tugas utama menjaga hutan dan seisinya. Adapun gajah sama seperti warga hutan yang lain yaitu mentaati singa sang raja hutan.

Beberapa bulan setelah mejadi raja, singa dihadapkan pada masalah srigala, srigala tertuduh melukai anak domba. Setelah melalui riset dilapangan ternyata memang benar srigala telah melukai anak domba, selaku raja maka singa harus bertindak agar kewibawaannya terjaga, maka diputuskanlah srigala harus dihukum dengan hukuman yang setimpal yaitu diusir dari hutan. Seluruh warga puas dengan keputusan raja singa tersebut, sehingga tertanam dalam benak warga bahwa singa memang raja yang utama.

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun tak terasa jabatan raja yang dipegang singa berakhir, maka diadakan kembali pemilihan raja, kali ini yang terpilih adalah gajah sang raja hutan. Dihadapan warga hutan, gajah berpidato dan minta dukungan seluruh warga terutama singa yang telah menjadi mantan raja hutan. Dihadapan warga, singa menyanggupi permintaan gajah dan menyarankan agar gajah dapat melanjutkan program kerjanya yang dulu. Sekarang posisi singa kembali menjadi warga biasa, yang harus mentaati sang raja. 

Ternyata dalam perjalanan waktu membuktikan bahwa singa telah berubah, kalau dulu sewaktu dia menjadi raja harus tunduk dengan program kerjanya yaitu menjaga hutan dan seisinya, tetapi sekarang singa merasa telah bebas aturan karena dia merasa bukan tanggung jawabnya lagi untuk menjaga hutan, toh sudah ada raja baru pikirnya.

Disuatu malam ternyata srigala pemburu datang mengusik ketenangan hutan, hilir mudik srigala mengelilingi hutan menakut-nakuti warga hutan. Langkah srigala terhenti ketika berpapasan dengan singa sang raja hutan. Ada rasa takut yang menyelinap dihati srigala, takut jika harus berhadapan dan bertarung dengan singa. Diluar dugaan srigala, ternyata singa malah cuek dengan kedatangannya, hal ini maklum karena singa berpikir keamanan hutan bukan tanggung jawabnya lagi. Kebiasaan menjaga yang tertuang dalam program kerja singa telah sirna, karena hal tersebut dilakukan bukan dari dalam hati sang singa tetapi dilakukan berdaskan tugas jabatannya. 

Dalam kehidupan manusia tak jarang ditemui, ada orang yang berprilaku seperti singa pada cerita diatas. Memegang amanah ‘menjaga’ dilakukan karena dia dibayar untuk melakukannya berdasarkan jabatan yang dipegang, bukan didasarkan kebiasaan yang baik berdasar rasa rela dan kebersamaan. 

So apakah kita adalah singa atau gajah? (saya sih bukan salah satunya atau kedua-duanya , he hee hee, kita-kan manusia :-) ), tentunya kita tak ingin berperilaku seperti singa yang melakukan sesuatu yang baik hanya karena kita diminta untuk melakukan sesuatu.




Selengkapnya..

Jumat, 02 Mei 2008

Kepemimpinan

Kalau ditinjau dari sudut agama pada dasarnya setiap manusia yang terlahir kedunia, adalah pemimpin yaitu pemimpin bagi dirinya sendiri, setiap pemimpin akan dimintai pertanggung-jawabannya atas apa yang ia pimpi, peminpin beda dengan penguasa dengan kata lain setiap pemimpin adalah penguasa tetapi setiap penguasa belum tentu seorang pemimpin.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat menyikapi segala situasi dan mengtasi situasi dengan baik, layaknya seorang drigen orkestra yang dapat memadukan dan menyelaraskan berbagai jenis suara musik guna menghasilkan simponi yang syahdu dan merdu. begitu pula dengan pemimpin diharapkan mampu untuk meng-akomodir segala keinginan dari para bawahan untuk kemudian disatukan dalam satu tujuan yang ingin dicapai.

Seorang pemimpin diharapkan mampu bersikap bijaksana yang dapat memandang dan meletakkan segala sesuatu sesuai dengan porsinya, adakalanya seorang pemimpin dituntut untuk tegas, tidak bersikap plin-plan dan penuh keraguan, apalagi pada saat harus memutuskan sikap yang akan diambil, disisi lain seorang pemimpin harus memiliki sikap lemah lembut agar dapat menghasilkan seni memimpin yang baik.

Melengkapi dari sikap yang telah disebutkan diatas, yang tak kalah pentingnya adalah keteladanan, karena sikap dan tingkah laku meupun perbuatan mampu berbicara lebih banyak dibanding segala teori yang telah kita pelajari dan kita ketahui. Contoh kecil, bagaimana mungkin kita melarang seseorang merokok sementara kita sendiri merokok, bagaimana kita menyuruh seseorang untuk memanfaatkan waktu sementara kita sendiri menyia-nyiakan waktu, bagaimana kita mengharapkan seseorang untuk mendengarkan kita berbicara pada saat rapat, sementara kita sering terlambat untuk menghadiri rapat, bagaimana kita menginginkan orang menon-aktifkan ponsel dikala rapat, sementara kita menerima panggilan telepon dikala kita rapat.

Karena pada dasarnya setiap kita adalah pemimpin, mari kita belajar kepemimpinan dimulai dari diri kita sendiri secara pribadi, karena setiap orang adalah penguasa dirinya, tapi belum tentu dapat memimpin dirinya.
Selengkapnya..